SENTRA PUBLIKASI INDONESIA-JAKARTA
Maarif Institute menyelenggarakan Peluncuran dan Diskusi Jurnal Maarif edisi ke-40 Vol 17 No 2 Desember 2022 dengan tema “Fenomena Hijrah Generasi Milenial (Kontestasi Narasi-narasi Agama di Ruang Publik)”.
Kegiatan yang dilakukan melalui webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya Hengki Ferdiansyah (Bincang Syariah), Syihaabul Hudaa (Kontributor Jurnal Maarif), dan Moh. Shofan (Pemred Jurnal Maarif). Acara ini dimoderatori oleh Ayu Arman (penulis buku biografi).
Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif Maarif Institute Abd. Rohim Ghazali mengatakan bahwa akhir-akhir ini marak dijumpai gerakan hijrah di media sosial. Belum jelas siapa yang mengawali istilah ini. Sebagai sebuah gerakan, hijrah ini dimulai dari kalangan musisi seperti Harry Moekti, Uki‘NOAH’, Teuku Wisnu, Irwansyah, dan lain-lain.
“Secara historis, hijrah dilakukan sebagai upaya menyelamatkan diri dari gangguan musuh, berpindah ke tempat yang lebih aman, untuk memulai fase baru dakwah. Momentum hijrah yang sangat penting ini dijadikan penanda awal kalender Islam. Sebagai metafora, pemaknaan hijrah masih terus terjadi sampai hari ini dalam suatu arena kontestasi pemaknaan yang akan terus berlangsung,” jelasnya melalui rilis yang diterima Sentra Publikasi, Jumat (27/1/2023).
Hengki memaparkan, hijrah yang populer belakangan ini bukan hijrah Rasul dan para sahabat tempo dulu, sebagaimana kita saksikan, baik di media sosial ataupun media cetak. Dulu hijrah dilakukan pada masa Rasul karena umat Islam mengalami banyak diskriminasi dan penyiksaan. Mereka berada pada situasi yang tidak aman dan nyaman.
“Makna hijrah hari ini sekadar membentuk berbagai identitas dan gerakan-gerakan simbolik untuk menjadi penegas bahwa mereka sudah bermigrasi. Misalnya, agama dipersempit hanya dalam fashion semata, cara berpakaian yang awalnya ketat kini berubah menjadi lebih syari dengan kerudung panjang dan lebar menutupi dada dan baju longgar. Makna-makna simbolis seperti itu harus digeser ke arah yang lebih substantif,” tegas Hengki.
Syihaabul Hudaamenjelaskan hasil penelitiannya tentang ’Pesan Dakwah Hijrah Influencer untuk Kalangan Muda di Media Sosial’. Riset inisecara kritis memotret situasi pandemi yang melanda dunia. Banyak penutupan tempat ibadah dan fasilitas umum dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi penyebaran virus covid-19. Menurutnya, sebagai upaya penyebaran dakwah, media sosial menjadi tempat yang efektif untuk menyebarkan syiar Islam. Beberapa influencer pun banyak memberikan tausiah yang menginterpretasikan dakwah melalui unggahan akun media sosialnya.
“Hasil penelitian ini menemukan bahwa tren hijrah di kalangan selebritas membawa perubahan yang signifikan di masyarakat. Media sebagai penyebar informasi menyebarkan fenomena hijrah secara eksplisit dengan tujuan masyarakat mudah memahami pesan yang disampaikan. Selain itu, bentuk dakwah pun dalam era digital dapat dilakukan melalui permainan yang banyak dimainkan generasi milenial,” papar Hudaa.
Sementara itu Moh Shofan melihat bahwa artikel-artikel dalam jurnal ini secara kritis membincang tentang fenomena hijrah, baik di kalangan artis maupun di kalangan anak-anak muda milenial. Secara umum gerakan hijrah menawarkan hal positif sebagai upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Akan tetapi, gerakan ini juga dilihat memiliki kerentanan terhadap ekslusivisme.
“Hijrah yang banyak dijumpai di berbagai kota cenderung sebatas perubahan kebiasaan hidup menjadi lebih Islami saja, bahkan mengarah pada pembentukan pola pikir jumud dan intoleran. Justru mereka terjebak pada klaim merasa ’paling hijrah’, namun merendahkan sesama umat yang melakukan amalan yang berbeda dengan kelompoknya atau pemahamannya saja,” ungkap Shofan.
Acara peluncuran jurnal ini diikuti tidak kurang dari seratus peserta, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis, maupun masyarakat secara umum. Bagi yang ingin menyimak Jurnal Maarif edisi kali ini dapat mengaksesnya ke https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif.