BANDUNG SENTRA PUBLIKASI INDONESIA — Selasa, Tanggal 2 Juni 2024 lalu, menjadi hari bahagia bagi Rifki Nur Priyansyah Rachman. Pria asal Pagarsih, Kota Bandung ini resmi menyandang gelar S.I.Kom dari Universitas Padjadjaran (Unpad).
Pada hari wisuda itu juga, pria yang kini berukuran 22 tahun itu juga meraih predikat sebagai wisudawan terbaik program sarjana. Tak hanya lulus dan menyelesaikan skripsi, Rifki yang merupakan jebolan SMAN 5 Bandung ini juga banyak melakukan publikasi ilmiah pada beberapa jurnal bereputasi.
Dilansir dari detikJabar, Rifki mengatakan, jika studi S1 di Unpad diselesaikan selama empat tahun. Rifki diganjar predikat sebagai wisudawan terbaik program sarjana karena dia berhasil 7 jurnal ilmiah. Salah satu karya ilmiah dalam jurnal internasional yang terakreditasi Scopus Q1 milik Rifki berjudul “Factors Influencing Acceptance of Indonesian Contact Tracing App: Development of The Technology Acceptance Model” yang terbit di jurnal Human Technology.
Menurut Rifki, semasa dia menjadi mahasiswa, dia berkegiatan seperti mahasiswa pada umumnya, belajar, mengerjakan tugas dan persentasi. Kebiasaannya membuat jurnal ilmiah, berawal dari beberapa tugas dosen yang diterimanya.
“Beberapa tugasnya itu memang disuruh bikin artikel jurnal dari dosen-dosennya itu, kebanyakan sebagai tugas akhir. Nah makanya setiap bikin saya usahain untuk terbit gitu ke ke jurnalnya,” katanya dikutip dari detikJabar, Kamis (6/6/2024).
Dalam proses pembuatan jurnal, Rifki sebut prosesnya banyak dan terpenting mencek jurnal yang sudah terbit apakah tema yang akan kita buat sudah ada atau tidak. Setelah itu, mencari sebuah masalah yang akan dipecahkan, kalau pun ingin membahas tema yang sudah ada, dia harus mencari kekosongan dari tema yang belum dibahas.
“Ada tuh jurnal tentang twitter jadi membahas tentang komunikasi krisis oleh pemimpin pemerintahan ketika COVID-19 di twitter sebagai media komunikasi krisis. Saya pilih itu karena penasaran banyak media bilang kalau ketika omicron pemerintah itu terlihat lebih santai gitu menghadapi COVID-19,” ungkapnya.
Dalam penelitiannya, Rifki mengamati perbedaan atau cara pemimpin pemerintah ketika varian omicron terjadi dibandingkan dengan varian delta.
“Jadi saya ambil beberapa kategorisasi dari pelatihan-pelatihan sebelumnya tentang model-model atau bentuk-bentuk komunikasi di Twitter terus saya tinggal ambil tuh apa sih tokoh pemimpin kayak Jokowi, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan,” jelasnya.
“Saya ambil dua sampel rentang itu jadi ada rentang sampel ketika Delta dan Omicron, setiap postingan twitter saya analisis,” tambahnya.
Setelah itu, Rifki pun banyak berkomunikasi dengan dosen untuk membahas jurnal yang dibuatnya. Jika sudah disetujui, maka jurnal itu diterbitkan di website yang kerap menerbitkan jurnal.
Disinggung apakah untuk terbitkan jurnal itu harus membayar atau gratis? Rifki sebut tidak semua jurnal gratis, namun ada yang berbayar dan dari tujuh jurnalnya satu di antaranya harus dibayar dan nantinya di dirembes kepada pihak kampus.
“Dari tujuh ada yang bayar satu, Rp 9 juta kalau nggak salah. Nah waktu itu tuh awalnya kan sebenernya waktu saya terbit itu mencari yang gratis biar nggak ribet tapi ternyata dia ngereview, terus kaya ngoreksi artikel kita, ini ada yang salah ini bener, bener ada pertanyaan-pertanyaan gitu, kita kasih tahu jawabannya nanti mereka yang nentuin apakah ini bisa terbit atau tidak, setelah dinyatakan layak tiba-tiba dikasih tahu kalau sekarang mah ada pembayaran,” ujarnya.
“Rp 9 juta itu urunan bareng dua dosen, jadi kita bertiga, akhirnya patungan, tapi kata dosen kalau artikel ini benar-benar dapat akreditasi maka bisa dirembes ke kampus dan benar saja digantiin uangnya,” tambah Rifki.
Lalu setelah lulus S1 di Unpas, lantas Rifki akan melanjutkan studinya atau bekerja? Rifki sebut dia akan teruskan studi dengan mengejar beasiswa ke Arab Saudi. Saat ini dia sedang melakukan proses seleksi beasiswa.
“Mau lanjut ke Arab Saudi, S2 dan S3 ambil komunikasi lagi. Ada beberapa (yang dituju) King Saud, Saudi University, King Abdulaziz University, Qasim juga dan lainnya,” ucapnya.
Rifki lebih pilih Arab Saudi karena lingkungannya mendukung dibandingkan beberapa negara lainnya di Asia dan negara-negara lain seperti di Amerika hingga Eropa.
“Lingkungannya kan mendukung ya, secara ya seengganya di situ kan Islam nya nampak sekali gitukan. Terus juga kan bisa umrohnya mungkin lebih banyak, terus juga katanya kalo jadi mahasiswa di sana itu bisa haji cepet,” pungkasnya.