سَوَابِقُ الْهِمَمِ لَا تَحْرِقُ أَسْرَارَ الْأَقْدَارِ.
“Menggebunya semangat tidak bisa menembus benteng takdir.”
Sepintas lalu, aforisme ini membuatmu menyimpulkan begini: sia-sia juga berusaha, karena g bakal ngaruh. Kalau ternyata takdir selalu lebih kuat dari usaha kita, mending g usah usaha: mending nungguin terealisasinya takdir aja. Atau kamu mendadak kesurupan penyanyi pop tahun 90an dan berdendang, “takdiiir memang kejaaaam… Uwo…uwoooo!”
Sebenarnya sih ga gitu juga.
Aforisme di atas gak ngebatasin usaha kita. Aforisme itu cuma ngebisikin satu hal yang lupa diingat ama orang modern kayak kita yang sok rasional: “Ada takdir lhoo! Usahamu itu sehebat apapun pada akhirnya kudu sesuai ama garis takdir.”
Biar jelas gimana maksud aforisme ini, ada dua hadiah dari Jalaluddin Rumi yang bisa kamu simak.
Jalaluddin Rumi pernah membuat kalimat lucu:” Sekuat-kuatnya kamu lecuti sapi itu, tak mungkin ia bisa terbang”. Begitu katanya. Takdirnya sapi itu berjalan atau berlari atau membawa beban berat. Kalau ada himmah, semangat dan tekad, yang ingin mengubah sapi bisa terbang, tentulah akan sia-sia.Jadi, semangatmu untuk mengubah keadaan tentulah bagus. Tapi… lihat-lihat dulu dong kondisi yang akan kamu ubah itu: sapi kok disuruh terbang?.
Dalam kehidupan nyata tentu ada perilaku kita yang juga lucu. Kelucuannya terjadi ketika semangat perubahannya gak lihat kondisi. Pokoknya saya harus begini, harus menegakkan Amar Ma’ruf Nahy Munkar, Ini Bumi Allah, …, karena itu apapun masalahnya minumannya harus….. Begitu biasanya yang sering diucapkan orang-orang lucu ini.
Kalau begitu, gimana mestinya?
Lihat kondisi yang akan diubah. Pelajarilah semua factor-faktor pengubahnya. Lalu lakukan perubahan dengan semangat tinggi. Itu yang pertama. Yang kedua, ingat hikam pertama: usahamu bukan satu-satunya factor penentu keberhasilan. Ada banyak factor lain yang terlibat dalam keberhasilan usahamu dan semangatmu itu. Tak ada guna! Betapa pun banyak energi yang engkau curahkan untuk niat mulia dengan penuh semangat menggebu-gebu, tetap saja itu g akan kecapai kalo ga mempelajari kondisi.
Hadiah kedua dari Rumi adalah kisah mengenai Panglima Perang yang bertemu Malaikat Maut. Suatu ketika, seorang Panglima Perang datang tergopoh-gopoh pada rajanya, “Lapor Raja, izinkan saya untuk segera pergi ke Samarkand!” Raja kaget dan bertanya, “Ada apa? Baru saja kamu balik dari medan Perang, kok yaa langsung pergi lagi ke Samarkand?” Panglima Perang itu bilang, “Saya tadi di pasar ketemu dengan malaikat maut, dia kayaknya mau nyabut nyawa saya. Saya harus pergi jauh agar tetap hidup demi kejayaan yang Mulia Raja”. Singkat cerita, Panglima Perang itu pergi dengan kuda tercepat dan terkuat ke Samarkand.
Raja ini diceritakan bisa berkomunikasi dengan Malaikat Maut. Dipanggillah Malaikat Maut, “Maumu itu apa bro? Mau nyabut nyawa panglimaku kok setengah-setengah… udah ketemu di pasar tapi malah dilepas?” Malaikat Maut langsung klarifikasi, “G gitu sih. Saya memang ketemu panglimamu di Pasar. Saya lihat dia, dia juga lihat saya. Saya kaget, dia juga keget. Dan dia langsung pergi entah kemana.”
Raja itu bertanya, “Apa yang membuatmu kaget? Malaikat maut kok bisa kaget segala?” Malaikat Maut menjawab, “Lha iya kaget, wong seharusnya saya mencabut nyawa dia itu besok, bukan hari ini. Bukan juga di sini, di jadwalku saya ketemu dia di Samardkand. ”Sang Raja tertawa kecut, “Jangan khawatir, dia sekarang dia sedang tergesa-gesa menuju Samarkand”
Lihatlah, betapa lucunya hidup ini. Upaya penuh semangat menghindari takdir, justru mempercepat untuk ketemu takdir itu. Menjauhi kematian justru cara untuk semakin mendekati kematian. So, Semangatmu yang empatlima itu g bakal bisa menembus dinding takdir.
Jadi gimana dong?
Terimalah kondisimu saat ini. Kalo Tuhan udah kasih pekerjaan, berarti kamu ditakdirkan ada dalam posisi asbab. G usah neko-neko ngebayangin kerjaan laen, apalagi ngebayangin duit ngejar-ngejar kamu. Itulah takdirnya –paling tidak untuk sementara ini. Keinginanmu untuk mengubah kondisimu dengan semangat joeang ampat lima malah bisa dianggap kurang bersyukur.
Kalo lagi punya kebutuhan mendesak dan g ada jalan keluar. Minta ke semua orang, g ada yg mau nolong. Trus kamu putuskan berdoa, shalat malam, shalat dhuha, dan segala macem usaha lahir batin lainnya, tetep aja g ada juga jalan keluar. Jangan marah, teruslah berdoa dan yakin. Mungkin dalam urusan itu, kamu lagi diajari berada dalam level Tajrid. Kamu lagi diminta untuk terus berdoa dan hanya mengandalkan Dia saja. Kamu lagi diuji, “seberapa sabar nih dia mau minta padaKu? Lets See… kalau Aku tunda pengkabulannya agak lama apakah makhluk ini masih tetap percaya padaKu apa g?”
Ya, secara spiritual, aforisme ini terkait dengan keputusan dan ketentuan Tuhan. Kehendakmu g mungkin bisa menang lawan kehendak Tuhan. Di luar semua usahamu itu, ada kehendak Tuhan yang menetapkan keadaan dan perubahan segala sesuatu. Ini yang harus disadari.
“Tapi kan posisiku posisi asbab, tugasku berusaha keras bukan berdoa?”
Kalau begitu, carilah orang yang sudah di level tajrid, mintalah ibumu atau kyai yang shaleh untuk mendoakan usahamu itu. Orang yang udah berada di level tajrid itu – kalau kita baca hadits Qudsi– memiliki password khusus: “Jika Aku (Tuhan) telah menjadikan seorang hamba menjadi kekasihKu, maka Aku akan menjadi telinga, mata, tangan dan pendukungnya; apapun yang ia minta, Aku akan memberikan kepadanya.”
Maka ingatkan angan-anganmu itu, semangat luar biasamu itu g bakal mengubah takdirmu. Takdirmu sudah jadi kyai atau seniman atau guru atau bawahan yg jadi kesed dan sejenisnya, moal enya menggebu-gebu pengen jadi bintang iklan sih? Takdirmu misalnya harus nyabarin suamimu yg lagi uring-uringan karena bingung rejeki lagi seret, moal enya pengen jadi anak SMA lagi? Indonesia lagi ngalami pandemic gini kok, semangatmu itu mendingkan salurkanlah buat hidup jadi lebih meriah bukan jadi rumit.
Yang mengajar teruslah mengajar, yang berdagang seriusilah berdagang, yang berpolitik lakukanlah dengan baik, yang sedang belajar,.. teruslah belajar sampai berhasil. yang jadi seniman teruslah berkarya.. Terus dalami apa yang telah jadi takdirmu. Semakin dalam, seperti menggali sumur, akan keluar juga airnya. Karena itulah hukum dari hidup ini: seperti menggali sumur..
So, semangat saja g cukup, ada kondisi dan factor lain yang harus diperhitungkan.
Dan…faktor terutama yang harus terus dilibatkan adalah Tuhan.
Yuk kita bisikin Tuhan, “Tongkat aja bisa Kau ubah jadi makhluk hidup seperti ular, pastinyaa sangat gampang doong mengubah hidupku. Tuhan, sertailah takdirMu pada tiap semangatku … Please!”
Amin!!.
Bambang Q-Anees, Penulis Buku dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.