Kuliah Filsafat Ilmu

oleh

Wahyudin Darmalaksana, Founder Kelas Menulis UIN Sunan Gunung Djati Bandung

BANDUNG SENTRA PUBLIKASI INDONESIA

“Rin, hari ini Filsafat Ilmu,” tanya Nadia. “Ya,” jawabku. Pak Darma bilang “Baca buku itu.” Aku tanya “Apa manfaat terbesar.” Beliau berujar “biar pikiran beres.”

“Seperti hulu ke hilir. Hulu itu asal kebenaran. Hilir praktik. Semua manusia lakukan hilirisasi,” uangkapnya.

“Berarti tiap hilir dari hulu,” aku tanya. “Itu tugas kamu cek hilir dari mana hulunya. Halnya, ikan ada yang gemar naik ke hulu. Sebaliknya, ada yang suka berpikir dari hulu ke hilir,” katanya.

“Seperti kucing. Jika orang gelindingkan bola, kucing tabiatnya tidak nengok asal, tapi kejar ke mana bola itu menggelinding. Jadi, bisa dari hulu ke hilir atau dari hilir ke hulu,” ujarnya.

“Kalau Matematika asalnya dari mana?” Aku teringat ibu yang guru Matematika. “Ia perpanjangan logika,” ujarnya.

Nadia tanya “Rin, kamu ngerti” Aku jawab “Katanya, buku itu bekerja sendiri bereskan pikiran kita.” Nadia menimpali “Caranya?” Aku melirik Nadia “Baca berulang-ulang.”

“Aku mau coba berpikir asal segala sesuatu. Segala praktik. Setidaknya, praktik aku sendiri. Jangan gak ada asalnya. Gak ada teorinya. Gak ada ilmuanya,” kataku.

“Kalau gak kepikir asalanya berarti praktik kita gak jelas kebenarannya dong,” tanya Nadia. “Itu belum beres aja berpikirnya sih,” kata aku.

“Beres itu teratur baik-baik,” kata pak Darma. “Tiap ilmu pasti beres. Bukan ilmu kalau gak beres,” lanjutnya. “Iya sih kenapa disebut disiplin ilmu, pasti karena beres,” ujar Nadia.

“Terkait hulu dan hilir, belum tentu pikiran kita beres. Itu pentingnya Filsafat Ilmu,” kata pak Darma. “Siap terus belajar,” kataku.