SENTRA PUBLIKASI INDONESIA-JAKARTA
Melihat kecenderungan anak-anak generasi sekarang yang lekat dengan media sosial dan media digital, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ismail Fahmi menyebut mereka belajar Islam dan bertemu dengan yang anti Islam.
Ismail Fahmai menyampaikan hal tersebut di acara Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa “Strategi Dakwah Digital” yang dikutip dari Muhammadiyah, Selasa (28/03/2023).
Ismail Fahmi mengatakan bahwa interaksi mereka dengan pihak yang anti Islam, bahkan anti agama, menjadikan generasi milenial ini menganggap agama tidak penting.
Belajar dari kecenderungan tersebut, Ismail Fahmi mengajak supaya metode dakwah yang dilakukan supaya mengikuti perubahan.
“Cara komunikasi, cara mencari informasi inilah yang menjadi dasar penting bagi kita harus berubah dalam metode dakwah,” ungkap Founder Drone Emprit ini seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Goyahnya otoritas keagamaan
Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat berdampak pada goyahnya otoritas keagamaan yang selama dianggap otoritatif. Umat tidak lagi bertanya kepada sosok otoritas tersebut. Pengetahuan keagamaan mereka dapatkan dari artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang semakin mudah diakses.
Kecerdasan buatan ini secara tidak langsung menjadi ancaman. Pasalnya, kata Ismail Fahmi, seringkali AI mereduksi pengetahuan tentang urusan-urusan keagamaan. Meski sangat membantu, informasi dalam media digital juga bercampur dengan informasi sesat, hoakS, dan sebagainya.
Ismail Fahmi menjelaskan bahwa keberadaan informasi media sosial yang dikonstruksi dalam kecerdasan buatan bisa menjadi senjata yang akan menyerang generasi muda Indonesia. Bukan secara fisik, melainkan menyerangkan pikiran dan mental mereka.
“Berbicara tentang target dakwah ini yang menjadi target (generasi milenial, gen z, dan post gen z) anak-anak kita ini,” tutur Ismail Fahmi.
Dia menyarankan, ketika sudah memiliki target dakwah yang sudah jelas, metode dakwah meliputi pola dakwah, model, gaya, dan pesannya harus disesuaikan dengan kecenderungan generasi milenial, generasi z, dan post generasi z.
Dampak negatif muncul ketika AI yang digunakan di berbagai macam media sosial tersebut hanya mengejar untung dengan konten-konten informasi yang mengandung permusuhan, perpecahan, dan informasi salah, tanpa mempedulikan kemanusiaan.
“Di balik AI itu ada optimasi, yang dioptimasikan adalah attentions economic atau perhatian yang diuangkan,” ungkap Ismail Fahmi.
Perhatian yang bisa diuangkan, kata Ismail Fahmi, ada dua, yaitu like dan discussion – comment. Konten atau informasi yang menimbulkan kontroversi, itu selaras dengan timbulnya atensi yang bisa diuangkan