SENTRA PUBLIKASI INDONESIA-JAKARTA
Tadarus litapdimas tahun 2023 seri ke-3 mengangkat tema tentang “Kontribusi PTKI dalam Moderasi Beragama”. Narasumber yang dihadirkan adalah Hasanuddin Ali, CEO Alvara Research Center, dan Imam Yahya, Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN Walisongo, Semarang. Berperan sebagai Pembahas dalam seri ini adalah Aksin Wijaya, Wakil Rektor IAIN Ponorogo. Sementara bertindak sebagai moderator adalah Mokhammad Yahya, Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Isu moderasi beragama saat ini menjadi isu yang hangat karena semakin maraknya tindakan intoleran dan ekstrem dalam beragama. Moderasi beragama sangat penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena dapat menghindarkan konflik antar umat beragama, memupuk toleransi, dan menumbuhkembangkan kerukunan.
Selain itu, moderasi beragama dapat mengokohkan solidaritas antar umat beragama dan memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menerapkan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta masyarakat yang harmonis dan damai.
Dalam pidato kunci yang disampaikan oleh Abdul Basid, Subkoorinator Penelitian dan Hak Kekayaan Intelektual Subdirektorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, ia menyinggung pentingnya moderasi beragama.
Ia melanjutkan “Kampus-kampus PTKI memiliki para intelektual moderat yang dapat mendistribusikan pemahaman dan tauladan bagi para mahasiswa dan masyarakat luas. Pendistribusian pemahaman moderasi beragama ini dapat dilakukan melalui tridharma perguruan tinggi sebagai contoh melalui bidang pengajaran yang dapat dilakukan melalui perkuliahan yang terintegrasi. Bidang penelitian dilakukan melalui penelitian-penelitian dengan tema moderasi beragama, sedangkan dalam bidang pengabidan kepada masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan KKN moderasi beragama baik yang terstruktur, mandiri, maupun kolaborasi antar perguruan tinggi. ”
Narasumber pertama, Imam Yahya, mengamini apa yang disampaikan oleh Abdul Basid. Ia mengatakan bahwa “program-program moderasi beragama di PTKI khususnya PTKIN telah banyak dilakukan antara lain melalui kegiatan seminar, FGD, diskusi, dan workshop moderasi beragama. Meskipun banyak kegiatan yang telah berjalan, perlu dikuatkan lagi melalui adanya blue print rumah moderasi beragama dengan segmentasi para generasi milenial khususnya dosen atau tenaga kependidikan, mahasiswa, dan alumni yang difokuskan pada nilai kebangsaan, menghargai nilai-nilai budaya, dan menolak adanya kekerasan. ”
Paparan dilanjutkan oleh Hasanuddin Ali. Ia menunjukkan bahwa tren moderasi beragama cenderung terus menurun khususnya di PTKIN. “Demografi komunitas PTKIN didominasi oleh anak muda yaitu gen z dan milenial. Generasi ini, khususnya mahasiswa, memiliki karakteristik yang cenderung mengakses sumber informasi keagamaan melalui akses internet, media digital atau media sosial. Hal ini dapat menyebabkan bisa saja pemahaman keagamaan yang dianut mahasiswa tidak selalu sama dengan dosennya. Hal ini terlihat bahwa ulama atau kiyai panutan mahasiswa dengan dosen cukup berbeda. Hasil survey yang dilakukan di kampus PTKIN dan PTUN menunjukkan bahwa dukungan terhadap ideologi Pancasila mahasiswa PTKIN lebih tinggi dibandingkan mahasiswa PTUN. Selanjutnya indeks moderasi beragama mahasiswa di setiap dimensi lebih rendah dibandingkan dengan dosen.”
Meskipun demikian, lanjutnya, kita harus “terus optimis bahwa ini menjadi tugas kita bersama untuk meningkatkan indeks moderasi beragama PTKIN untuk naik lebih tinggi, terutama terkait dengan toleransi karena ini yang utama. ”
Sang pembahas, Aksin Wijaya, menegaskan bahwa sebagai negara majemuk kita harus terus mengembangkan moderasi beragama.
“Gagasan moderasi beragama tidak hanya masuk dalam perkuliahan dan penelitian yang kemudian hanya menjadi sebuah wacana, tetapi harus bisa bergeser menjadi suatu ideologi. Jika suatu gagasan telah bergeser menjadi ideologi itu artinya gagasan tersebut sudah final. Sebagai akademisi ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melanjutkan gagasan moderasi beragama”, sambungnya.
Hidup di negara dengan diversitas yang tinggi, harus diikuti kedewasaan dalam beragama. Kedewasaan ini diwujudkan dalam mengambil jalan tengah, tidak berlebih-lebihan dan mengutamakan toleransi dalam beragama.