JAKARTA SENTRA PUBLIKASI INDONESIA
Direktorat KSKK Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melalui Subdit Kelembagaan dan Kerjasama menyelenggaran kegiatan Sosialisasi Pendidikan Inklusif di Madrasah. Acara yang diselenggarakan di daerah Tangerang ini mengundang para Ketua Tim dari Kelembagaan Madrasah Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Madrasah dan Ditjen Pendis.
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama, Papay Supriatna dalam sambutannya menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan sosialisasi ini adalah agar kita pengelola madrasah mempunyai frame work pemikiran yang sama bahwa layanan pendidikan untuk semua harus disediakan, termasuk di madrasah.
“Banyak anak yang dilahirkan dengan ketunaan, namun kita mempunyai kewajiban menyediakan pendidikan agama untuk mereka. Dengan kehadiran madrasah inklusif maka diharapkan bisa menjembatani kekurangan yang ada ini. Narasumber kita yang akan mendampingi peserta sampai selesai adalah para pakar dalam bidang pendidikan inklusif”. Ujar Papay Sabtu (27/05/2023).
Direktur KSKK Madrasah, Moh Isom memberikan arahan sekaligus membuka acara ini secara resmi. Beliau mengatakan bahwa penyelenggaraan dan penetapan madrasah inklusif, regulasinya sudah diatur dalam Keputusan Dirjen Pendidikan Islam nomor 758 tahun 2022 dan nomor 604 tahun 2022.
“Kita sudah ada cantolan hukumnya, akan lebih baik kalau ditingkatkan menjadi KMA atau PMA. Kalau sudah ada landasan yuridisnya, maka madrasah sudah bisa menyelenggarakan madrasah inklusif walaupun dalam bentuk piloting sehingga bisa terlaksana dengan baik” tutur alumnus IAIN (UIN) Malang ini.
Menurut Isom, adanya madrasah inklusif ini penting karena pendidikan itu adalah hak asasi manusia. Manusia tidak bisa dibeda-bedakan berdasarkan gender, disabilitas maupun normal. Mereka harus diperlakukan sama dalam pendidikan karena mendapatkan pendidikan yang bagus adalah hak yang paling dasar bagi manusia.
“Prinsip dalam pendidikan Inklusif adalah Education for all (pendidikan untuk semua). Madrasah sebagai lembaga pendidikan, harus melayani pendidikan secara memadai, tidak boleh diskriminatif” tegas putra kelahiran kota Pahalawan ini.
Dalam masalah kesetaraan gender misalnya, sudah lama didengungkan. Bahkan dalam ranah politikpun dituntut 30 % harus terdiri dari kaum perempuan. Artinya persamaan (equality) ini penting diantara anak manusia.
Kementerian Agama telak menunjukkan kepedulian khususnya untuk para muslim penyandang tuna netra dengan mencetak al-Quran dengan huruf braille. Disamping al-Quran, juga terjemah al-Quran dan tafsir al-Quran walaupun baru juz 30. Di samping untuk tuna netra, Kementerian agama akan menyiapkan al-Quran untuk para penyandang tuna rungu. Menurut data, tuna rungu itu lebih banyak ketimbang tuna netra. Mereka punya hak juga untuk bisa mengaji, seperti yang lain.
Mantan Sekretaris Ditjen Pendis ini pada akhir arahannya meminta kepada pihak madrasah untuk jangan terlalu banyak identitas dalam satu madrasah.
“Satu madrasah cukup 1 identitas tapi benar-benar ditekuni. Misalnya kalau madrasah sudah mendeklasikan sebagai madrasah inklusif, harus benar-benar ditekuni. Saya perhatikan ada madrasah yang multiple identity dari madrasah akademik, madrasah riset, madrasah inklusif dan lain sebagainya. Ini kurang bagus karena semuanya diurus tapi kurang difokus”. Pungkasnya.