CIPUTAT SENTRA PUBLIKASI INDONESIA — Penelitian Kuantitatif menjadi salah satu model penelitian yang penting untuk dipahami mahasiswa pengkajian Islam.
Sayangnya, masih sedikit mahasiswa dan para peneliti studi keislaman yang menaruh perhatian besar pada penelitian kuantitatif. Di lain hal, saat ini kerja-kerja riset kuantitatif didominasi oleh lembaga-lembaga survei dan bukan dari kalangan perguruan tinggi.
Hal ini dinyatakan oleh Dr. Suwendi, M.Ag, dosen Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Jakarta sekaligus pendiri Klub Riset Bildung dalam mengantarkan diskusi rutin yang diselenggarakan oleh SPs UIN Jakarta yang didukung oleh Klub Riset Bildung, Perpustakaan Riset SPs UIN Jakarta, dan Genmaster SPs UIN Jakarta.
Kegiatan diskusi dilaksanakan secara blended daring dan luring pada Selasa, 27 Februari 2024, di Gedung Perpustakaan Riset SPs UIN Jakarta yang dihadiri dari kampus UIN Jakarta dan berbagai kampus lainnya di tanah air.
Menurut Dr. Suwendi, M.Ag, memahami studi keislaman tidak serta merta dapat diketahui melalui riset-riset secara kualitatif an sich, tetapi juga patut dilakukan melalui pendekatan kuantitatif. “Terutama studi keislaman yang berbasis pada fakta-fakta sosial hendaknya digunakan riset kuantitatif. Oleh karenanya, mahasiswa dan peneliti studi keislaman patut memahami dan memiliki penguasaan terhadap riset kuantitatif”, ungkap dosen SPs UIN Jakarta dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).
Diskusi ke-10 ini menghadirkan Vika N. Mufidah, M. Si., mahasiswa program doktor UIN Jakarta sekaligus dosen UNUSIA dan Founder Imperium Research Institute, sebagai pemateri, dan dipandu oleh Nuryaman, S.Ptk, pustakawan pada perpustakaan riset SPs UIN Jakarta.
Vika menekankan bahwa penyusunan instrumen merupakan satu langkah yang sangat penting dalam sebuah penelitian kuantitatif. “Karena penelitian kuantitatif berbicara lewat angka, maka instrumen menjadi alat ukur yang mesti ada dalam penelitian kuantitatif dan harus dipastikan bahwa ia valid dan reliabel sebelum digunakan,” ungkapnya.
Vika Mufidah menjelaskan secara rinci jenis-jenis instrumen atau alat ukur yang dapat digunakan dalam penelitian kuantitatif. Pertama, dengan mengadopsi alat ukur. Jenis alat ukur ini mengharuskan peneliti untuk mengalih bahasakan instrumen ke bahasa tujuan. Sehingga dalam prosesnya peneliti perlu fokus untuk mencari kesetaraan terjemahan dan meminimalisir perubahan.
Kedua, adaptasi alat ukur, yaitu menyesuaikan instrumen yang sudah ada dengan konteks budaya, serta perlu dilakukan uji validitas ulang.
Ketiga, modifikasi alat ukur dengan mempertahankan konsep teoritik namun tetap dapat mengubah spesifikasi dan karakter asli skala. Keempat, konstruksi alat ukur, yaitu dengan mengembangkan tes mulai dari awal. Kelima, jenis instrumen langsung pakai. “Maksudnya adalah, alat ukur yang ada sudah berbahasa Indonesia, sehingga peneliti dapat langsung menggunakannya tanpa harus uji validitas lagi,” paparnya.
Di sesi tanggapan, Dr. Suwendi, M.Ag menambahkan penjelasan, bahwa penelitian kuantitatif ini bisa digunakan untuk riset-riset studi Islam yang berfokus pada pendekatan sosiologi dan antropologi.
Lebih rinci, Vika menyampaikan bahwa dalam studi keislaman, metode kuantitatif biasa digunakan untuk menggali persepsi masyarakat tentang tradisi dan praktek keberagamaan, “Ini dapat dipakai untuk mengungkap pemaknaan masyarakat terhadap ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits tertentu,” ujarnya.
Diskusi ini berlangsung cukup ramai, tidak hanya diikuti mahasiswa tetapi juga sejumlah dosen dari UIN Jakarta dan kampus lainnya turut serta. “Kawan-kawan dari manapun kampusnya, baik program sarjana maupun pascasarjana, yang ingin terlibat secara aktif dalam diskusi rutin ini silakan datang saja ke gedung Perpustakaan Riset SPs UIN Jakata di Jalan Kertamukti Pisangan setiap hari Selasa pukul 13.00 hingga 15.00 WIB”, ungkap Koordinator kegiatan, Ahmad Junizar.