SPI-KEDIRI
Seorang peneliti dan jurnalis menggelar pameran foto bunga anggrek berdasar penelitiannya selama 12 hari di Papua. Tidak hanya foto, sejumlah spesimen anggrek yang belum memiliki nama juga dipamerkan.
Sedikitnya ada 25 foto anggrek yang dipamerkan, 7 di antaranya merupakan jenis anggrek asal papua yang baru ditemukan dan belum mempunyai nama.
25 karya foto anggrek asal papua ini dipamerkan di Kafe Jalan Stasiun Kota Kediri. Foto-foto ini diambil di Pegunungan Arfak Papua Barat yang didanai oleh Pulitzer Center selama 12 hari perjalanan.
Penelitian anggrek di Pegunungan Arfak ini dilakukan oleh Yuda Rehata Yudistira, seorang fotografer alam dan taksonom. Ketertarikannya pada anggrek membawanya menjadi orchidologist (peneliti anggrek), bersama dengan Titik Kartitiani seorang jurnalis dan penulis buku dengan tema lingkungan flora fauna, keragaman hayati, budaya serta tim perintis majalah Flona (flora fauna).
Dalam perjalanannya, mereka menemukan sedikitnya 7 jenis baru anggrek yang belum pernah ditemukan, bahkan belum mempunyai nama. Saat ini ketujuh anggrek tersebut masih dalam penelitian.
Yuda mengatakan pameran dan penelitian ini penting untuk ilmu pengetahuan serta mendata keanekaragaman hayati di Papua. Dalam waktu dekat Yuda juga akan melakukan penelitian di Nusa Tenggara Timur.
“Pegunungan Arfak di ketinggian lebih dari 2000 mdpl memberi keragaman anggrek yang sangat tinggi. Banyak anggrek yang saya temukan di sana dan baru pertama kali saya lihat. Meski sudah banyak para taksonom yang ke sana sejak abad ke-19, namun saya yakin masih banyak jenis baru yang menunggu kita temukan,” kata Yuda kepada wartawan, Selasa (12/7/2022).
Sementara itu, menurut Titik, penemuan mereka hendaknya bisa ‘dibumikan’ dengan bahasa awam sehingga semua orang bisa membaca. Sudah banyak publikasi jurnal taksonom Indonesia menemukan anggrek jenis baru, namun pembacanya hanya kalangan terbatas.
“Saya berharap akan lebih banyak teman-teman jurnalis yang bisa berkolaborasi dengan para peneliti. Selain kita bisa belajar langsung di lapangan, kita juga bisa menjadi jembatan informasi untuk publik dengan bahasa populer. Harapannya, makin banyak pembaca mengenal keragaman hayati, makin sadar dengan konservasi hutan hujan di Indonesia,” kata Titik.
Karya ilmiah pemuda yang tinggal di Sumedang ini telah dipublikasikan di sejumlah jurnal internasional. pameran foto ini akan berlangsung hingga tanggal 13 Juli.