Hasil Penelitian Dr Edi Hartono, Dosen UMY Raih Excellent Paper Award di Taiwan

oleh

SPI-BANTUL

Indonesia memiliki beragam jenis tanah dengan karakteristik berbeda. Salah satunya jenis clay shale yang seringkali menimbulkan problematika longsor akibat pelapukan. Hal ini yang kemudian menjadi fokus penelitian Dr Edi Hartono.

Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini berhasil menyabet Best Paper dalam 2021 Excellent Paper Award Journal of Geo Engineering yang dinaungi oleh Taiwan Geotechnical Society pada 26 Maret 2022.

Edi mengatakan kalau penelitian tersebut berangkat dari disertasi yang dipublikasikan melalui Journal of Geo Engineering. Dengan mengangkat tema The Behavior of the Clay Shale Stabilized by Dry and Wet Cement Mixing Method.

“Mengenai stabilisasi clay shale untuk meningkatkan kuat tekan dan durabilitas tanah. Dari paper yang sudah dipublikasi itu kemudian dievaluasi dan diberikan penghargaan bagi paper yang masuk kualifikasi,” kata Edi, Senin (18/4).

Clay shale merupakan batuan sedimen yang terbentuk sedimentasi tanah berbutir halus seperti lempung. Berbeda dengan kebanyakan tanah lempung, kondisi basah mengembang dan menyusut bila kering, namun tetap mempunyai kuat dukung baik.

Sedangkan, jenis tanah clay shale sangat keras dalam kondisi tertutup. Namun, dalam kondisi terbuka mudah lapuk dan tidak dapat kembali mengeras. Uniknya, clay shale begitu terkena siklus panas hujan akan lapuk, tidak bisa mengeras.

Dari kondisi perilaku tanah clay shale ini memunculkan banyak masalah geoteknik. Seperti longsornya beberapa segmen badan jalan di ruas tol Cipularang dan lereng di ruas tol Semarang Bawen, dengan timbunan badan jalan ada di atas clay shale.

Edi dan timnya mencoba menemukan solusi untuk menjawab fenomena yang meresahkan tersebut. Kembang susutnya sangat tinggi, uniknya kalau dia tertimbun dia keras seperti batu. Begitu dipotong terkena panas hujan cepat lapuk, sehingga longsor.

Serupa dari kasus badan jalan di tol Jawa Barat yang tanahnya clay shale dan menyebabkan jalannya longsor. Sehingga, jika kita mendirikan konstruksi yang bertemu tanah itu harus diselesaikan terlebih dulu, jangan sampai ada air.

“Nanti mengembang, mengalami pelapukan dan bisa longsor,” ujar Edi. Perbaikan atas permasalahan tanah clay shale, digagas oleh Edi dan tim melalui beberapa metode yang belum umum digunakan. Dari sisi metodologi memakai beberapa metode dan variasi.

Mulai dari cara mixing dengan semen, pupuk kering, dan spray. Stabilisasi menggunakan semen terbukti cukup menekan tingkat kembang susut dari tanah clay shale dan tingkatkan sisi kuat tekan dan durabilitas.

Edi berharap, penelitian ini dikembangkan jadi standar stabilisasi jenis tanah clay shale. “Sehingga, penanganan clay shale khususnya untuk bidang stabilisasi nantinya bisa ketemu kira-kira stabilisasi yang cocok seperti apa,” katanya